Provinsi Maluku
1. Sejarah singkat Provinsi Maluku
Maluku atau yang dikenal secara internasional sebagai Moluccas dan Molukken
adalah provinsi tertua yang ada di Indonesia, lintasan sejarah Maluku telah
dimulai sejak zaman kerajaan-kerajaan besar di Timur Tengah seperti kerajaan
Mesir yang dipimpin Firaun. Bukti bahwa sejarah Maluku adalah
yang tertua di Indonesia adalah catatan tablet tanah liat yang ditemukan di Persia, Mesopotamia, dan Mesir menyebutkan adanya negeri dari
timur yang sangat kaya, merupakan tanah surga, dengan hasil alam berupa
cengkeh, emas dan mutiara, daerah itu tak lain dan tak bukan adalah tanah
Maluku yang memang merupakan sentra penghasil Pala, Fuli, Cengkeh dan Mutiara. Pala dan Fuli dengan mudah didapat dari Banda Kepulauan, Cengkeh dengan mudah ditemui di
negeri-negeri di Ambon, Pulau-Pulau Lease (Saparua, Haruku & Nusa laut) dan Nusa Ina serta Mutiara dihasilkan dalam jumlah yang cukup
besar di Kota Dobo, Kepulauan Aru.
Ibu kota Maluku adalah Ambon yang bergelar atau memiliki julukan
sebagai Ambon Manise, kota Ambon berdiri di bagian selatan dari Pulau Ambon yaitu di jazirah Leitimur. Ada
wacana bahwa Kota Ambon Manise sudah semakin padat, sumpek, dan
tidak lagi layak untuk menampung jumlah penduduk yang dari tahun ke tahun
meningkat tajam yang merupakan ibu kotapProvinsi akan menjadi kota biasa karena
ibu kota direncanakan pindah ke negeri Makariki di Kabupaten Maluku Tengah.
Jumlah penduduk provinsi ini tahun 2010 dalam hasil sensus berjumlah
1.533.506 jiwa. Maluku terletak di Indonesia Bagian Timur. Berbatasan langsung
dengan Maluku Utara dan Papua Barat di sebelah utara, Laut Maluku, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara di sebelah barat, Laut Banda, Timor Leste, dan Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan serta Laut Aru dan Papua di sebelah timur.
Maluku memiliki 2 agama utama yaitu agama Islam Sunni yang dianut 50,8 % penduduk
Maluku dan agama Kristen (baik Protestan maupun Katolik) yang dianut 48,4 % penduduk Maluku.[2] Maluku tercatat dalam ingatan sejarah
dunia karena konflik atau tragedi krisis kemanusiaan dan konflik horizontal
antara basudara Salam-Sarane atau antara Islam dan Kristen yang lebih
dikenal sebagai Tragedi Ambon. Selepas tahun 2002, Maluku berubah wajah menjadi provinsi yang ramah dan
damai di Indonesia, untuk itu dunia memberikan suatu tanda penghargaan berupa Gong Perdamaian Dunia yang diletakkan di ACC (Ambon City Centre).
Pada tahun 1999 ketika konflik atau tragedi krisis
kemanusiaan dan konflik horizontal antara basudara Salam-Sarane atau
antara Islam dan Kristen yang lebih dikenal sebagai Tragedi Ambon melanda Maluku, sebagian wilayah Provinsi Maluku dimekarkan menjadi
Provinsi Maluku Utara, dengan ibu kota di Sofifi. Namun, karena Kota Sofifi dinilai belum siap menjadi ibu kota
maka pusat pemerintahan sementara sampai 2009 berada di Kota Ternate yang berada di Pulau Ternate.
Provinsi Maluku dan Maluku Utara membentuk suatu gugus-gugus kepulauan yang
terbesar di Indonesia dikenal dengan Kepulauan Maluku dengan lebih dari 4.000 pulau baik
pulau besar maupun kecil.
2. Asal nama Maluku
Pendapat pertama menyatakan kata Maluku berasal dari bahasa Arab yaitu kata Al-Mulk,
Al-Mulk berarti sebagai tanah atau pulau atau negeri para raja. Hal ini
memang benar karena Maluku sampai sekarang pun terdiri atas negeri-negeri kecil
yang lumayan banyak dengan rajanya sendiri-sendiri.
Pendapat kedua menyatakan kata Maluku berasal
dari bahasa Ternate yaitu kata Moloku atau Moloko, dua kata
itu Moloku atau Moloko sama-sama berarti sebagai tanah air. Hal
ini tercermin dari perkataan bangsa Ternate di masa
lampau yang menyebutkan bumi Maluku belahan utara sebagai Moloku Kie Raha
yang berarti tanah air dengan empat gunung. Keempat gunung yang dimaksud adalah
4 kerajaan atau kesultanan besar dari Maluku Utara yaitu Kerajaan
Ternate, Kerajaan Tidore, Bacan, dan Jailolo.
3. Maluku
Semboyan:
Siwa Lima
( Saling Memiliki) |
|||
Dasar hukum
|
UU 20/1958,
UU 46/1999, UU 40/2003
|
||
Ibu kota
|
|||
Pemerintahan
|
|||
• Gubernur
|
|||
Area
|
|||
• Total
|
705,645 km2
(272,451 mil²)
|
||
• Darat
|
47,350.42 km2
(18,282.10 mil²)
|
||
• Air
|
658,294.69 km2
(254,169.00 mil²)
|
||
1700-an buah
lebih yang terdiri atas beberapa pulau besar dan banyak pulau kecil
|
|||
• Total
|
1,533,506
|
||
• Kepadatan
|
2.2/km2
(5.6/sq mi)
|
||
Demografi
|
|||
• Agama
|
|||
• Bahasa
|
Bahasa Ambon (utama), serta 140-an lebih bahasa-bahasa lainnya
|
||
12 kabupaten
|
|||
2 kota
|
|||
98 kecamatan
|
|||
33 kelurahan
dan 989 negeri
|
|||
Rasa Sayang
e, Sarinande, Naik-Naik Ke Puncak Gunung, Burung Kaka
Tua, Burung Tantina, Pela e, Huhate, Manise, Kole-Kole, Lembe-Lembe, Ouw
Ullath e.
|
4.
Sosial budaya
Suku Bangsa
Suku bangsa
Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melanesia Pasifik yang
masih berkerabat dengan Fiji, Tonga, dan beberapa bangsa kepulauan yang tersebar di
kepulauan Samudra Pasifik.
Banyak bukti
kuat yang merujuk bahwa Maluku memiliki ikatan tradisi dengan bangsa bangsa
kepulauan pasifik, seperti bahasa, lagu-lagu daerah, makanan, serta perangkat
peralatan rumah tangga dan alat musik khas, contoh: Ukulele (yang
terdapat pula dalam tradisi budaya Hawaii).
Mereka umumnya
memiliki kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan
kuat, serta profil tubuh yang lebih atletis dibanding dengan
suku-suku lain di Indonesia, dikarenakan mereka adalah suku kepulauan yang mana
aktivitas laut seperti berlayar dan berenang merupakan kegiatan utama bagi kaum
pria.
Sejak zaman
dahulu, banyak di antara mereka yang sudah memiliki darah campuran dengan suku
lain yaitu dengan bangsa Eropa (umumnya Belanda dan Portugal) serta Spanyol, kemudian bangsa Arab sudah sangat
lazim mengingat daerah ini telah dikuasai bangsa asing selama 2.300 tahun dan
melahirkan keturunan keturunan baru, yang mana sudah bukan ras Melanesia murni lagi
namun tetap mewarisi dan hidup dengan beradatkan gaya Melanesia-Alifuru.
Karena adanya
percampuran kebudayaan dan ras dengan orang Eropa dan Arab inilah maka Maluku
merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang
digolongkan sebagai daerah yang memiliki kaum Mestizo terbesar
selain Timor Leste (Timor Leste,
sekarang menjadi negara sendiri]]. Bahkan hingga sekarang banyak nama fam/mata
ruma di Maluku yang berasal adat bangsa asing seperti Belanda (Van Afflen,
Van Room, De Wanna, De Kock, Kniesmeijer, Gaspersz, Ramschie, Payer, Ziljstra,
Van der Weden, dan lain-lain) serta Portugal (Da Costa, De
Fretes, Que, Carliano, De Souza, De Carvalho, Pareira, Courbois, Frandescolli,
dan lain-lain). Ditemukan pula fam/mata ruma keturunan bangsa Spanyol (Oliviera,
Diaz, De Jesus, Silvera, Rodriguez, Montefalcon, Mendoza, De Lopez, dan
lain-lain) serta fam-fam Arab yang langsung
dari Hadramaut (Al-Kaff, Al
Chatib, Bachmid, Bakhwereez, Bahasoan, Al-Qadri, Alaydrus, Assegaff, dan
lain-lain). Cara penulisan fam orang Ambon/Maluku pun masih mengikuti dan disesuaikan dengan cara
pembacaan ejaan asing seperti Rieuwpassa (baca: Riupasa), Nikijuluw
(baca: Nikiyulu), Louhenapessy (baca: Lohenapesi), Kallaij (baca:
Kalai), dan Akyuwen (baca: Akiwen).

Dewasa ini,
masyarakat Maluku tidak hanya terdapat di Indonesia saja melainkan tersebar di
berbagai negara di dunia. Kebanyakan dari mereka yang hijrah keluar negeri
disebabkan olah berbagai alasan. Salah satu sebab yang paling klasik adalah
perpindahan besar-besaran masyarakat Maluku ke Eropa pada tahun 1950-an dan
menetap di sana hingga sekarang. Alasan lainnya adalah untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik, menuntut ilmu, kawin-mengawin dengan bangsa lain,
yang di kemudian hari menetap lalu memiliki generasi-generasi Maluku baru di
belahan bumi lain. Para ekspatriat Maluku ini dapat ditemukan dalam komunitas
yang cukup besar serta terkonsentrasi di beberapa negara seperti Belanda (yang
dianggap sebagai tanah air kedua oleh orang Maluku selain tanah Maluku itu
sendiri), Suriname, dan Australia. Komunitas Maluku di wilayah lain di Indonesia dapat ditemui
di Medan, Palembang, Bandung, Jabodetabek, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Makassar, Kupang, Manado, Kalimantan Timur, Sorong, dan Jayapura.
5.
Bahasa
Bahasa yang
digunakan di Provinsi Maluku adalah Bahasa Ambon, yang
merupakan salah satu dari rumpun bahasa Melayu timur yang dikenal sebagai
bahasa dagang atau trade language. Bahasa yang dipakai di Maluku
terkhusus di Ambon sedikit
banyak telah dipengaruhi oleh bahasa-bahasa asing, bahasa-bahasa bangsa
penjelajah yang pernah mendatangi, menyambangi, bahkan menduduki dan menjajah
negeri/tanah Maluku di masa lampau. Bangsa-bangsa itu ialah bangsa Spanyol, Portugis, Arab, dan Belanda.
Bahasa Ambon selaku lingua
franca di Maluku telah dipahami oleh hampir semua penduduk di wilayah
Provinsi Maluku dan umumnya, dipahami juga sedikit-sedikit oleh masyarakat
Indonesia Timur lainnya
seperti orang Ternate, Manado, Kupang, dll. karena Bahasa Ambon memiliki
struktur bahasa yang sangat mirip dengan bahasa-bahasa trade language di
wilayah Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, serta Nusa Tenggara
Timur.
Bahasa Indonesia selaku bahasa
resmi dan bahasa persatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
digunakan dalam kegiatan-kegiatan publik yang resmi dan formal seperti di
kantor-kantor pemerintah dan di sekolah-sekolah serta di tempat-tempat seperti
museum, bandara, dan pelabuhan.
Maluku
merupakan wilayah kepulauan terbesar di seluruh Indonesia, Provinsi Maluku dan
Maluku Utara menyusun sebuah big islands yang dinamai Kepulauan Maluku. Banyaknya
pulau yang saling terpisah satu dengan yang lainnya, juga mengakibatkan semakin
beragamnya bahasa yang dipergunakan di provinsi ini. Beberapa bahasa yang
paling umum dipetuturkan di Maluku yaitu:
- Bahasa Wemale, dipakai penduduk Negeri Piru, Seruawan, Kamarian, dan Rumberu (Kabupaten Seram Bagian Barat).
- Bahasa Alune, dipakai di wilayah tiga batang air yaitu Tala, Mala, dan Malewa di wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat.
- Bahasa Nuaulu, dituturkan oleh suku Nuaulu di Pulau Seram Selatan yaitu antara Teluk Elpaputi dan Teluk Teluti.
- Bahasa Atiahu, dipakai oleh tiga negeri yang juga termasuk rumpun Nuaulu yakni Negeri Atiahu, Werinama, dan Batuasa di wilayah Kabupaten Seram Bagian Timur.
- Bahasa Koa, dituturkan di wilayah pegunungan tengah Pulau Seram yaitu sekitar Manusela dan Gunung Kabauhari.
- Bahasa Seti dituturkan oleh suku Seti, di Seram Utara dan Teluti Timur, merupakan bahasa dagang di Seram Bagian Timur.
- Bahasa Gorom merupakan turunan dari bahasa Seti dan dipakai oleh penduduk beretnis atau bersuku Gorom yang berdiam di kabupaten Seram Bagian Timur yang menyebar sampai Kepulauan Watubela dan Maluku Tenggara.
Tiga bahasa
yang hampir punah adalah Palamata dan Moksela serta Hukumina. Ratusan bahasa di
atas dipersatukan oleh sebuah bahasa pengantar yang telah menjadi lingua franca sejak lama
yaitu Bahasa Ambon. Sebelum bangsa-bangsa asing (Arab, Cina, Spanyol, Portohis, Wolanda, dan Inggris) menginjakkan
kakinya di Maluku, bahasa-bahasa asli Maluku tersebut sudah hidup setidaknya
ribuan tahun dan menjadi bahasa-bahasa dari keluarga atau rumpun paling barat
keluarga bahasa-bahasa Pasifik/Melansia (bahasa Papua-Melanesoid)
6. Agama
Masjid di
Kaitetu di awal abad ke-20
Umat Islam
tengah melaksanakan shalat Jum'at di Masjid Tulehu.
Penduduk
Maluku menganut 3 agama utama yaitu Islam Sunni sebanyak
50,8%, Kristen
Protestan sebanyak 41,6%, dan Katolik sebanyak 6,8%
penduduk. Penyebaran agama Islam dilakukan oleh Kesultanan Iha, Saulau, Hitu,
dan Hatuhaha serta pedagang Arab yang
mengunjungi Maluku. Sementara penyebaran agama Kristen dilakukan oleh
misionaris-misionaris dari Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Tempat ibadah
di Provinsi Maluku pada tahun 2013 tercatat yaitu sebagai berikut:
- Masjid sebanyak hampir 2 ribu buah
- Gereja sebanyak 2.345 buah
- Pura sebanyak 10 buah
- Vihara sebanyak 5 buah.
Gereja
Protestan Maluku atau biasa
dikenal sebagai GPM merupakan organisasi sinode dan pertubuhan gereja terbesar
yang ada di Maluku, yang memiliki jemaat gereja di hampir seluruh negeri Sarane di seluruh
Maluku. Pada tahun 2013, jemaah haji yang pergi ke Mekkah dari Provinsi Maluku
ialah sebanyak 1.009 orang, di mana jemaah haji terbanyak berasal dari
Kabupaten Maluku Tengah yaitu sebanyak 506 orang.
7.
Pemerintahan
Kabupaten dan Kota
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Ibu kota
|
1
|
Namlea
|
|
2
|
Namrole
|
|
3
|
Dobo
|
|
4
|
Tiakur
|
|
5
|
Masohi
|
|
6
|
Langgur
|
|
7
|
Saumlaki
|
|
8
|
Piru (de
facto)
|
|
9
|
Bula (de
facto)
|
|
10
|
-
|
|
11
|
-
|
Daftar Gubernur
Sebagai suatu provinsi tertua di wilayah Indonesia, Maluku telah
diperintah berbagai bangsa penjelajah selama berabad-abad. Adapun daftar
Gubernur Maluku sejak Zaman Kolonial dimulai dari Pemerintahan Portugis,
Spanyol, Belanda, dan Inggris hingga Masa Kemerdekaan Republik Indonesia,
adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama
|
Masa jabatan
|
A
|
Masa
Pemerintahan Portugal
|
1522- 1605
|
1
|
Antonio de
Brito
|
1522 - 1525
|
2
|
Garcia
Henriques
|
1525 - 1527
|
3
|
Jorge de
Meneses
|
1527 - 1530
|
4
|
Gonçalo
Pereira
|
1530 - 1531
|
5
|
Vicente da
Fonseca
|
1531 - 1534
|
6
|
Tristão de
Ataide
|
1534 - 1536
|
7
|
Antonio
Galvão
|
1536 - 1540
|
8
|
Jorge de
Castro
|
1540 - 1544
|
9
|
Jordão de
Freitas
|
1544 - 1546
|
10
|
Bernaldim de
Sousa
|
1546 - 1549
|
11
|
Cristovão de
Sa
|
Oct 1549 -
Oct 1550
|
12
|
Francisco
Lopes de Sousa
|
1552 - Feb
1554
|
13
|
Cristovão de
Sa (memerintah untuk kedua kalinya)
|
Feb 1554 -
Nov 1555
|
14
|
Duarte d'Eça
|
1555 - Dec
1558
|
15
|
António
Pereira Brandão
|
Dec 1558 -
Oct 1560
|
16
|
Manoel de
Vasconcellos
|
Oct 1560 -
1561
|
17
|
Bastião Machado
|
Oct 1560 -
1561
|
18
|
Henrique de
Sa
|
Mar 1562 -
1564
|
19
|
Alvaro de
Mendonça
|
1564 - 1567
|
20
|
Diogo Lopes
de Mesquita
|
1567 - 1571
|
21
|
Alvaro de
Ataide
|
1571 - Dec
1574
|
22
|
Nuno Pereira
de Lacerda
|
Dec 1574 -
28 Dec 1575
|
23
|
Sancho de
Vasconcellos
|
1575 - 1578
|
24
|
Diogo de
Azambuja
|
Dec 1582 -
Jan 1586
|
25
|
Duarte
Pereire de Sampaio
|
Jan 1586 -
1589
|
26
|
Rui Dias da
Cunha
|
1589 - 1592
|
27
|
Tristão de
Sousa
|
1592 - 1595
|
28
|
Julião de
Noronha
|
1595 - 20
Nov 1598
|
29
|
Rui
Gonçalves de Sequeira
|
20 Nov 1598
- Feb 1602
|
30
|
Pedro
Alvares de Abreu
|
Feb 1602 -
19 May 1605
|
B
|
Masa
Pemerintahan Spanyol
|
1606 - 1663
|
1
|
Juan de
Esquivel
|
1606 - 1609
|
2
|
Lucas de
Vergara Gaviria
|
1606 - 1609
|
3
|
Cristobál de
Azcueata Menchaca
|
1610 - 1612
|
4
|
Jerónimo de
Silva
|
1612 - 1617
|
5
|
Lucas de Vergara
Gaviria (memerintah untuk kedua kalinya)
|
1617 - 1620
|
6
|
Luis de
Bracamonte
|
1620 - 1623
|
7
|
Pedro de
Heredia
|
1623 - 1636
|
8
|
Pedro Muñoz
de Carmona y Mendiola
|
1636 - 1640
|
9
|
Francesco
Suárez de Figueroa
|
1640 - 1642
|
10
|
Pedro
Fernández del Rio
|
1642 - 1643
|
11
|
Lorenzo de
Olaso Achotegui
|
1643 - 1652
|
12
|
Pedro
Fernández del Rio (memerintah untuk kedua kaliya)
|
1652
|
13
|
Francesco de
Esteybar
|
1652 - 1656
|
14
|
Diego Sarria
Lascano
|
1659 - 1660
|
15
|
Francesco de
Esteybar (memerintah untuk kedua kalinya)
|
1658 - 1659
|
16
|
Francesco de
Atienza Ibañez
|
1659 - 1660
|
17
|
Juan de
Chaves
|
1660 - 1661
|
18
|
Agustín de
Cepeda Carnacedo
|
1661 - 1663
|
19
|
Francesco de
Atienza Ibañez (memerintah untuk kedua kalinya)
|
1663
|
C
|
Masa
Pemerintahan Belanda
|
1599 - 1801
|
1
|
Frank van
der Does
|
1599 -
c.1602
|
2
|
Jan
Pieterszen Suyer
|
Jan 1601 -
1602
|
3
|
Christiaen
Adriaensz den Dorst
|
Sep 1602 -
1604
|
4
|
Anthonie van
Suylen van Nyevelt
|
Sep 1602 -
1604
|
5
|
Adriaan
Antoniszen
|
Jul 1605 -
Mar 1606
|
6
|
Gerrit
Gerritszen van der Buis & Pieter Janszen Boenen
|
1607 - 1608
|
7
|
Adriaen
Woutersz
|
1608 - 1610
|
8
|
Paulus van
Caerden
|
1610 - 1612
|
9
|
Pieter Both
|
1612 - 1616
|
10
|
Laurens
Reaal
|
1616 - 1621
|
11
|
Frederik
Houtman
|
1621 - 1623
|
12
|
Jacques le
Fèbre
|
1623 - 1627
|
13
|
Gilles van
Zeijst
|
1627 - 1628
|
14
|
Pieter
Wagensveld
|
1628 - 1629
|
15
|
Gijsbert van
Lodestein
|
1629 - 1633
|
16
|
Johan Ottens
|
1633 - 1635
|
17
|
Jan van
Broekom
|
1635 - 1640
|
18
|
Anthonij
Caen
|
1640 - 1642
|
19
|
Wouter
Seroijen
|
1642 - 1648
|
20
|
Gaspar van
den Bogaerde
|
1648 - 1653
|
21
|
Jacob
Hustaart
|
1653 - 1656
|
22
|
Simon Cos
|
1656 - 1662
|
23
|
Anthonij van
Voorst
|
1662 - 1667
|
24
|
Maximilian
de Jong
|
1667 - 1669
|
25
|
Abraham
Verspreet
|
1669 - 1672
|
26
|
Cornelis
Franks
|
1672 - 1674
|
27
|
Willem
Corput
|
1675 - 1675
|
28
|
Willem
Harthouwer
|
1676 - 1676
|
29
|
Jacob de
Ghein
|
1676 - 1677
|
30
|
Robbert
Padtbrugge
|
1677 - 1682
|
31
|
Jacob Lobs
|
1682 - 1686
|
32
|
Johan Henrik
Thim
|
1686 - 1689
|
33
|
Johannes
Cops
|
1689 - 1692
|
34
|
Cornelis van
der Duin
|
1692 - 1696
|
35
|
Salomon le
Sage
|
1696 - 1701
|
36
|
Pieter
Rooselaar
|
1701 - 1706
|
37
|
Jacob
Claaszoon
|
1706 - 1710
|
38
|
David van
Petersom
|
1710 - 1715
|
39
|
Jacob
Bottendorp
|
1715 - 1720
|
40
|
Antoni
Heinsius
|
1720 - 1723
|
41
|
Jacob Cloeck
|
1723 - 1724
|
42
|
Joan Happon
|
1724 - 1728
|
43
|
Jacob
Christiaan Pielat
|
1728 - 1731
|
44
|
Elias de
Haeze
|
1728 - 1731
|
45
|
Johannes
Bernard
|
1728 - 1731
|
46
|
Paulus
Rouwenhoff
|
1735 - 1739
|
47
|
Marten
Lelievelt
|
1739 - 1744
|
48
|
Gerrard van
Brandwijk van Blokland
|
1744 - 1750
|
49
|
J. E. van
Mijlendonk
|
1750 - 1754
|
50
|
Abraham
Abeleven
|
1754 - 1758
|
51
|
Jacob van
Schoonderwoert
|
1754 - 1758
|
52
|
Hendrik
Breton
|
1766 - 1767
|
53
|
Paulus Jacob
Valckenaer
|
1771 - 1778
|
54
|
Jacob
Roeland Thomaszen
|
1778 - 1780
|
55
|
Alexander
Cornabé
|
1780 - 1793
|
56
|
J. Ekenholm
|
1793 - 1796
|
57
|
Johan
Godfried Burdach
|
1796 - 1799
|
58
|
Willem Jacob
Cranssen
|
13 Sep 1799
- 21 Jun 1801
|
D
|
Masa Pemerintahan
Inggris
|
1801 - 1817
|
1
|
K. T.
Farquhar
|
21 Jun 1801
- 1803
|
2
|
H. Webber
|
1803
|
3
|
Peter
Adrianus Goldbach
|
1803 - 1804
|
4
|
Carel
Lodewijk Wieling
|
1804 - 1809
|
5
|
R. Coop à
Groen
|
1809 - 1810
|
7
|
E. Tucker
|
1810 - 1811
|
8
|
Forbes
|
1811
|
9
|
W. Ewer
|
1811 - 1813
|
10
|
W. G.
Mackenzie
|
1813 - 1815
|
11
|
R. Stuart
|
1815 - 1816
|
12
|
W. G.
Mackenzie (memerintah untuk kedua kalinya)
|
1816 - 20
Apr 1817
|
E
|
Masa
Kemerdekaan Indonesia
|
1950 -
sekarang
|
1
|
Mr. J.J.
Latuharhary
|
1950 - 1955
|
2
|
1955 - 1960
|
|
3
|
1960 - 1965
|
|
4
|
1965 - 1968
|
|
5
|
Soemitro
|
1968 - 1973
|
6
|
Soemeru
|
1973 - 1975
|
7
|
1975 - 1985
|
|
8
|
Sebastian
Soekoso
|
1985 - 1993
|
9
|
1993 - 1998
|
|
10
|
1998 - 2003
|
|
11
|
Brigjen TNI
(Purn) Karel Albert
Ralahalu
|
2003 - 2013
|
12
|
2014 - 2019
|
8. Perekonomian
Secara makro
ekonomi, kondisi perekonomian Maluku cenderung membaik setiap tahun. Salah satu
indikatornya antara lain, adanya peningkatan nilai PDRB. Pada tahun 2003 PDRB
Provinsi Maluku mencapai 3,7 triliun rupiah kemudian meningkat menjadi 4,05
triliun tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 mencapai 4,05 persen
dan meningkat menjadi 5,06 persen pada 2005.
Kondisi
geografis Provinsi Maluku bila dilihat dari sisi strategis peluang investasi
bisnis dapat diprediksi bahwa sumber daya alam di sektor perikanan dan kelautan
dapat dijadikan primadona bisnis di Maluku, selain sektor lainnya seperti
pertanian subsektor peternakan dan perkebunan, sektor perdagangan dan sektor
pariwisata serta sektor jasa yang seluruhnya memiliki nilai jual dan potensi
bisnis yang cukup tinggi.
Sumber Daya Hutan

Luas sumber
daya darat di Maluku adalah sebesar 54.185 km2, dengan potensi sumber daya
hutan:
- Hutan Konversi: 475.433 Ha
- Hutan Lindung: 774.618 Ha
- Hutan Produksi Terbatas: 865.947 Ha
- Hutan Produksi Tetap: 908.702 Ha
- Hutan yang dapat dikonversi: 1.633.646 Ha
Potensi Tambang dan Mineral

Adapun daerah
penghasil tambang dan Mineral di Provinsi Maluku adalah:
- Emas: Pulau Buru, Wetar, Ambon, Haruku, dan Pulau Romang
- Mercuri: Pulau Damar
- Perak: Pulau Romang
- Logam Dasar: Pulau Haruku dan Nusalaut
- Kuarsa: Pulau Buru
- Minyak Bumi: Bula (Pulau Seram), Laut Banda, Kepulauan Aru dan cadangan minyak di Maluku Barat Daya.
- Mangaan: Laut Banda
Perikanan

Provinsi
Maluku ditetapkan oleh Menteri KKP (Fadel Mohammad) sebagai Lumbung Ikan Nasional
2030 sejak digelarnya Sail Banda 2010. Maluku yang merupakan kepulauan bahari
terbesar di wilayah Nusantara memang layak
dijadikan lumbung ikan nasional karena potensi perikanan yang luar biasa
banyaknya disertai laut yang kaya dan masih terjaga dari campur tangan manusia.
Daerah dengan potensi ikan di wilayah Maluku yaitu
- Kepulauan Banda
- Kepulauan Kei
- Kepulauan Aru
- Maluku Tenggara Barat
- Maluku Barat Daya
Potensi Perikanan dan Sumber Daya Air Maluku
Sumber daya
perairan 658.294,69 km2, dengan potensi sebagai berikut : - Laut
Banda : 277.890 ton/tahun - Laut Arafura : 771.500 ton/tahun - Laut
Seram : 590.640 ton/tahun
Berbagai jenis
ikan yang dapat ditangkap dan terdapat di Maluku antara lain : ikan
pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, udang, lobster,
cumi.
Sementara
untuk potensi budidaya laut yang penyebarannya terdapat pada Laut Seram,
Manipa, Buru, Kep. Kei, Kep. Aru, Yamdena, pulau pulau terselatan dan wetar
adalah kakap putih, kerapu, rumput laut, tiram mutiara, teripang, lobster, dan
kerang-kerangan. Untuk potensi budidaya payau adalah bandeng dan udang windu.
Energi
Kepulauan
Indonesia bagian timur umumnya serta Maluku secara khususnya mengalami dampak
benturan lempeng Pasifik, lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia relatif
lebih intensif yang menyebabkan wilayah ini menjadi salah satu yang sangat
dinamis dengan berbagai jenis bahan tambang dan energi. Cadangan gas terbesar
di Indonesia tercatat berada di blok Pulau Masela di MTB
(Maluku Tenggara Barat).
Pariwisata


Profil
pariwisata Maluku yang berisikan objek dan daya tarik maupun mengunjungi
Maluku, merupakan kenyataan-kenyataan potensi kepariwisataan yang begitu
menjanjikan terutama bagi wisatawan untuk saatnya datang berkunjung menyaksikan
keindahan alam meliputi : Ketersediaan daya tarik bawah laut sesuai dengan
karakteristik wilayah Maluku sebagai daerah kepulauan, Gunung api, Gunung api
bawah laut, Daerah perbukitan, Pemandangan alam, Teluk, Danau dan
Keramah-tamahan masyarakat Maluku yang sudah dikenal sejak dahulu dengan
tradisi masyarakat yang menganggap Wisatawan Sebagai Raja.




Sejak zaman
purba kala, Maluku diakui telah memiliki daya tarik alam selain daripada
rempah-rempahnya. Terdiri dari ratusan kepulauan membuat Maluku memiliki
keunikan panorama disetiap pulaunya dan mengundang banyak turis asing datang
untuk mengunjungi bahkan menetap di kepulauan ini. Selain objek wisata alam,
beberapa peninggalan zaman kolonial juga merupakan daya tarik tersendiri karena
masih dapat terpelihara dengan baik hingga sekarang. Bahkan dibeberapa daerah,pariwisatanya
sudah terkenal sampai ke mancanegara. Beberapa dari objek wisata terkenal di
Maluku antara lain:
- Taman Laut Manusela
Pemandangan
Taman Laut yang indah mengingat pantai di Maluku masih banyak yang belum
terjamah. Wisata ini dapat dinikmati di Pulau Tiga, Manusela Beach, Pulau
Banda.
- Pantai Pasir Panjang
Pantai Pasir
Panjang yang di Tual Maluku Tenggara merupakan pantai yang sangat menakjubkan
dengan pasir putihnya yang sangat panjang dan lembut menyerupai tepung itu
membuat mata tak tahan melihatnya disiang hari karena memancarkan cahaya yang
menyilaukan.
- Pantai Natsepa, Ambon
Pantai
berpasir putih ini terletak di tepi jalan Provinsi dan menghadap ke beberapa
Pulau. Sambil menikmati keindahan panorama juga dapat menikmati es kelapa muda
dan rujak buah khas Natsepa. Sangat bagus untuk liburan akhir pekan keluarga
dan kerabat sayang kalau tidak menikmatinya
- Pintu Kota, Ambon
Pantai pintu
kota yang juga masih ada di ujung Pulau Ambon ini sangat menarik dengan batu
karang khasnya yang sangat besar dan berlubang seperti pintu dan ada lorong di
bawahnya membuat wisatawan yang datang tak henti-hentinya mengabadikan salah
satu wujud kebesaran Tuhan yang sulit ditemui di tempat lain. Pintu kota juga
merupakan sebuah batu karang besar berbentuk gapura yang yang menjorok ke Laut
Banda di antara Desa Airlouw dan Desa Seri, sebelah Jazirah Leitimor. Tersedia
beberapa fasilitas berteduh terutama untuk menikmati panorama matahari terbit
dan bentuk-bentuk batu karang yang spesifik.
- Benteng Duurstede, Saparua
- Benteng Amsterdam, Ambon
- Benteng Victoria, Ambon
- Banda Neira, Banda
- Benteng Belgica, Banda
- Pantai Hunimua, Ambon (Pantai Liang)
Terletak di
sebelah timur laut jazirah Leihitu berhadapan dengan Pulau Seram berpasir putih
sepajang kurang lebih 4 km, berjarak 40 km dari pusat kota. Air
lautnya bening mengundang setiap pengunjung untuk terjun ke laut. Sebuah
restoran di laut milik masyarakat setempat menyediakan makan khas Malauku, ikan
bakar dan colo-colo. Bersebelahan dengan pantai ini terdapat Dermaga Feri untuk
penyerbangan ke Pulau Seram, bekas lapang terbang Jepang yang dipakai zaman
Perang Dunia II. Di seberang pantai ini terletak cagar alam/taman laut Pulau
Pombo sebuah pulau karang atoll berpasir putih dan dihuni oleh burung-burung
Pombo (merpati).
9. Alat music tradisional
Alat Musik
Tradisional Maluku
Deskripsi :
Ibu kota Maluku adalah Ambon, yang
bergelar Ambon Manise. Seni dan budaya Maluku banyak dipengaruhi oleh budaya
bangsa Eropa, terlihat dari salah satu tarian yaitu tarian yaitu tari Katreji,
tarian ini sangat energik dan diiringi alat musik biola, suling bambu, ukulele,
karakas, guitar, tifa, dan bas gitar dengan pola rithem musik Eropa yang lebih
menonjol. Tarian lain yang terkenal di Maluku adalah tarian Bambu Gila, tari
Cakalele, dan tari Saureka-reka. Alat musik tradisional warisan nenek moyang
yang sering digunakan diberbagai upacara dan kesenian tradisional adalah Tifa,
Ukulele, dan Sawat. Diluar dari beragamnya alat musik, orang Maluku terkenal
handal dalam bernyanyi. Sejak dahulu mereka sudah sering bernyanyi dalam
mengiringi tari-tarian tradisional, maka terlahirlah penyanyi terkenal seperti
Broery Pesulima, Harvey Malaihollo, Daniel Sahuleka, Ruth Sahanaya, Glen Fredly
dan masih banyak lagi yang lainnya.
Berikut
beberapa galeri tampilan alat musik tradisional yang berasal dari Provinsi
Maluku, klik masing-masing gambar untuk memperbesar tampilan.
DAFTAR PUSTAKA
Maluku_-_Wikipedia_bahasa_Indonesia,_ensiklopedia_bebas